1. Jenis-Jenis Pidana Pers
Sejak jaman penjajahan Belanda Hukum sudah
mengatur mengenai Pers ini. Seperti yang tertuang di dalam KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana) di mana di sana diatur mengenai:
- Kejahatan
Percetakan dan Penerbitan;
- Kejahatan
Publikasi Surat-Suart atau Berita Negara;
- Kejahatan
Publikasi Rencana, Gambar dan Peta Hankam;
- Kejahatan
Publikasi Kerahasiaan Perorangan;
- Kejahatan
Penyiaran, Pertunjukan, dan Penempelan; dan
- Kejahatan
Publikasi Kerahasiaan Badan Usaha.
2. Delik Pers Menurut KUHP
a. Kejahatan Percetakan dan Penerbitan
Dasar penjeratan pasal-pasal KUHP terhadap
kejahatan pidana Pers untuk Kejahatan Percetakan dan Penerbitan adalah seperti
yang tertuang di dalam Pasal 61, ayat (1) KUHP: “Mengenai kejahatan yang
dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku demikian tidak dituntut apabila
dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan pembuatnya
dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu
diberitahukan kepada penerbit.”
Lebih lanjut pada KUHP dalam pasal yang sama ayat
(2) dinyatakan: “Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan
terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia”.
Pasal 62 pada Undang-Undang yang sama dalam ayat
(1) dinyatakan: “Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan,
pencetaknya selaku demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan
disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak
dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu
diberitahukan oleh pencetak”. Kemudian dalam Undang-Undang dan Pasal yang sama
pada ayat (2) dinyatakan: “Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh
mencetak pada saat barang cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap
di luar Indonesia”.
Di dalam Pasal 519 bis dinyatakan: “Diancam dengan
pidana kurungan paling lama tiga bulan, atau pidana denda paling banyak lima
belas ribu rupiah:
barang siapa mengumumkan isi apa yang ditangkap
lewat pesawat penerima radio yang dipakai olehnya atau yang ada di bawah
pengurusannya, yang sepatutnya harus diduganya bahwa itu tidak untuk dia atau
untuk diumumkan, maupun memberitahukannya kepada orang lain, jika sepatutnya
harus diduganya bahwa itu akan diumumkan dan memang lalu disusul dengan pengumuman;
barang siapa mengumumkan berita yang ditangkap
lewat pesawat penerima radio, jika ia sendiri, maupun orang dari mana berita
itu diterimanya, tidak berwenang untuk itu”.
Pada Pasal 483 KUHP dinyatakan: “Barang siapa
menerbitkan sesuatu tulisan atau sesuatu gambar yung karena sifatnya dapat
diancam dengan pidana, diancam dengan pidana penjnra paling lama satu tahun
empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika:
si pelaku tidak diketahui namanya dan juga tidak
diberitahukan namanya oleh penerbit pada peringatan pertama sesudah penuntutan
berjalan terhadapnya;
penerbit sudah mengetahui atau patut menduga hahwa
pada waktu tulisan atau gambar itu diterbitkan, si pelaku itu tak dapat dituntut
atau akan menetap di luar Indonesia.
Kemudian pada Pasal 484 dinyatakan bahwa: “Barang
siapa mencetak tulisan atau gambar yang merupakan perbuatan pidana, diancam
dengan pidana paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
jika:
1. orang yang menyuruh mencetak barang tidak
diketahui, dan setelah ditentukan penuntutan, pada teguran pertama tidak
diberitahukan olehnya;
2. pencetak mengetahui atau seharusnya renduga
bahwa orang yang menyuruh mencetak pada saat penerbitan, tidak dapat dituntut
atau menetap di luar Indonesia.
Pada Pasal 485 KIHP dinyatakan: “Jika sifat
tulisan atau gambar merupakan kejahatan yang hanya dapat dituntut atas
pengaduan, maka penerbit atau pencetak dalam kedua pasal di atas hanya dituntut
atas pengaduan orang yang terkena kejahatan itu.
b. Kejahatan Publikasi Surat-Surat atau Berita
Negara
Dasar penjeratan pasal-pasal KUHP terhadap
kejahatan pidana Pers untuk Kejahatan Publikasi Surat-Suart atau Berita Negara
dapat dilihat pada Pasal 112, di mana dinyatakan: “Barang siapa dengan sengaja
mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang
diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja
memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun”.
c. Kejahatan Publikasi Rencana, Gambar, dan Peta
Hankam.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada
Pasal 113 ayat (1) dinyatakan tentang larangan publikasi rencana, gambar
ataupun peta: ”Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian
mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang tidak
berwenang mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar
atau benda-benda yang bersifat rahasia yang bersangkutan dengan pertahanan atau
keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang
isinya, bentuknya atau susunanya benda- benda itu diketahui olehnya, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Kemudian dalam Undang-Undang dan pasal yang sama
pada ayat (2) dinyatakan bahwa: “Jika surat-surat atau benda-benda ada pada
yang bersalah, atau pengetahuannya tentang itu karena pencariannya, pidananya
dapat ditambah sepertiga”.
d. Kejahatan Publikasi kerahasiaan
Dasar penjeratan pasal-pasal KUHP terhadap
kejahatan pidana Pers untuk Kejahatan Publikasi Kerahasiaan dapat dijerat
dengan Pasal 114 yang menyatakan: “Barang siapa karena kesalahannya
(kealpaannya) menyebabkan surat-surat atau benda- benda rahasia sebagaimana
yang dimaksudkan dalam pasal 113 harus menjadi tugasnya untuk menyimpan atau
menaruhnya, bentuk atau susunannya atau seluruh atau sebagian diketahui oleh
umum atau dikuasai atau diketahui oleh orang lain (atau) tidak berwenang
mengetahui, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan
atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling tinggi
empat ribu lima ratus rupiah”.
Kemudian bagi orang yang melihat atau membacanya
juga dapat dikenakan jeratan pelanggaran kejahatan rahasia negara ini. Seperti
yang tertuang dalam Pasal 115 yang menyatakan: “Barang siapa melihat atua
membaca surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana dimaksud dalam pasal
113, untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan diketahui atau selayaknya harus
diduganya bahwa benda-benda itu tidak dimaksud untuk diketahui olehnya, begitu
pula jika membuat atau menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau
dalam bahasa apa pun juga, membuat atau menyuruh buat teraan, gambaran atau
jika tidak menyerahkan benda-benda itu kepada pejabat kehakiman, kepolisian
atau pamongh praja, dalam hal benda-benda itu ke tangannya, diancam dengan
pidana penjara palling lama tiga tahun”.
Kejahatan sebagaimana dimaksud juga berlaku untuk
persekongkolan lebih dari satu orang, di mana ini diatur dalam Pasal 116
Undang-Undang yang sama yang menyatakan bahwa: “Permufakatan jahat untuk
melakukan kejahatan sebagaimana diamksud dalam pasal 113 dan 115, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu atahun”.
e. Kejahatan Publikasi Kesusilaan
Dasar penjeratan pasal-pasal KUHP terhadap
kejahatan pidana Pers untuk Kejahatan Publikasi Kesusilaan dapat dikenakan
Pasal 282 ayat (1) KUHP yang menyatakan: “Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan
atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui
isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau
benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya
dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara
terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau
menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima
ratus rupiah”.
Aturan ini masih dapat dikenakan pada seseorang
atau lebih yang melanggar ayat (2) pada Undang-Undang dan pasal yang sama, di
mana pada klausulnya menyatakan bahwa: “ Barang siapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang
melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan,
dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam
negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan,
ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa
diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada
alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambazan atau benda itu
me!anggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Kemudian pada ayat (3) pada pasal dan Undang-Undang
yang sama dinyatakan: “Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh
lima ribu rupiah”.
Pada Pasal 283 ayat (1) dinyatakan lagi ancaman
hukuman untuk orang yang menawarkan atau memberikan tulisan, gambar kesusilaan
pada orang yang belum dewasa yakni dinyatakan secara tegas: “Diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun
untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau
benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan
kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga bahwa umumya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran,
benda atau alat itu telah diketahuinya”.
Demikian pula untuk orang yang membacakan tulisan
kesusilaan seperti yang tercantum dalam ayat (2) dalam pasal dan Undang-Undang
yang sama: “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi
tulisan yang melanggar kesusilaan di muka oranng yang belum dewasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya”.
Kemudian pada ayat (3) dalam pasal dan
Undang-Undang yang sama dinyatakan lagi: “Diancam dengan pidana penjara paling
lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk
terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan,
gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau
menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan,
gambaran atau benda yang melang gar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk
mencegah atau menggugurkan kehamilan”.
Dalam Pasal 283 bis dinyatakan bahwa: “Jika yang
bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 282 dan 283 dalam
menjalankan pencariannya dan ketika itu belum lampau dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi pasti karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat di
cabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut”. Dan ditambah lagi pada
Pasal 322 ayat (1) yang menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja membuka
rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencariannya, baik yang
sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah”. Kemudian
dilanjutkan dalam ayat (2) yang menyatakan: “Jika kejahatan dilakukan terhadap
seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang
itu”.
f. Kejahatan Publikasi Kerahasiaan Badan Usaha
Dasar penjeratan
pasal-pasal KUHP terhadap kejahatan pidana Pers untuk Kejahatan Publikasi
Kerahasiaan Jabatan dan Badan Usaha dapat dilihat pada klausul-klausul berikut,
Pasal 323 ayat (1) yang menyatakan: “Barang siapa dengan sengaja memberitahukan
hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, di
mana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang harus dirahasiakannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah”. Dan pada ayat (2) pada pasal dan Undang-Undang yang sama
dinyatakan: “Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan
itu”.